Modus pertama yang muncul adalah bahwa guru tidak mendapatkan TPP triwulan kedua karena tidak memenuhi target mengajar 24 jam dalam seminggu. Bahkan ada ancaman untuk mengembalikan TPP triwulan pertama yang sudah diterima para guru karena target durasi mengajar tersebut tidak tercapai.
Retno mencontohkan di Padang. Dari aduan yang masuk sebanyak 949 guru terancam tidak akan mendapatkan TPP 2012 ini. Tapi itu belum dikembalikan karena tidak ada perintah tertulis dari Dinas Pendidikannya.
Modus kedua adalah TPP untuk guru non PNS bersertifikat dibayar tepat waktu tetapi untuk guru PNS justru terlambat dibayarkan. Hal ini terjadi di Jakarta untuk para guru di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sementara untuk para guru baik PNS maupun non PNS yang ada di bawah Kementerian Agama, justru sama sekali belum dapat TPP untuk triwulan ketiga.
Modus ketiga berupa diskriminasi cara penyaluran TPP seperti yang terjadi di Kabupaten Indragiri Hilir. Salah satu aduan yang masuk adalah sebanyak 60 guru dan pengawas tidak mengalami keterlambatan TPP karena langsung menerima dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ke rekening pribadi guru. Sedangkan, ribuan guru lain yang memang pembayarannya melalui pemda belum menerima TPP.
Modus keempat adalah penerimaan TPP dalam satu provinsi yang waktunya tidak sama. Hal ini terjadi di Sumatera Utara yaitu di Kabupaten Serdang Bedagai yang mendapat TPP pada bulan kedua untuk triwulan pertama, kemudian dibayarkan pada bulan ketiga untuk triwulan kedua dan untuk triwulan ketiga justru malah belum dibayarkan.
"Ini artinya belum ada kesungguhan pihak Kemdikbud dan Kemenag dalam memperbaiki penyaluran TPP seperti yang dijanjikan," demikian menurut Bu Retno.
Sumber : Kompas
0 komentar:
Posting Komentar